Clock

Senin, 07 November 2011

BAHASA SEBAGAI ALAT KOMUNIKASI

Bahasa Indonesia sebagai Alat Komunikasi  

Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita (Gorys Keraf, 1997 : 4). Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain.
Pada saat kita menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, kita sudah memiliki tujuan tertentu. Kita ingin dipahami oleh orang lain. Kita ingin menyampaikan gagasan dan pemikiran yang dapat diterima oleh orang lain. Kita ingin membuat orang lain yakin terhadap pandangan kita. Kita ingin mempengaruhi orang lain. Lebih jauh lagi, kita ingin orang lain membeli atau menanggapi hasil pemikiran kita. Jadi, dalam hal ini pembaca atau pendengar atau khalayak sasaran menjadi perhatian utama kita. Kita menggunakan bahasa dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan khalayak sasaran kita.
Pada saat kita menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, antara lain kita juga mempertimbangkan apakah bahasa yang kita gunakan laku untuk dijual. Oleh karena itu, seringkali kita mendengar istilah “bahasa yang komunikatif”. Misalnya, kata makro hanya dipahami oleh orang-orang dan tingkat pendidikan tertentu, namun katabesar atau luas lebih mudah dimengerti oleh masyarakat umum..Dengan kata lain, kata besar atau luas,dianggap lebih komunikatif karena bersifat lebih umum. Sebaliknya, kata makro akan memberikan nuansa lain pada bahasa kita, misalnya, nuansa keilmuan, nuansa intelektualitas, atau nuansa tradisional.
Menurut Gorys Keraf (1997 : 1), Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Mungkin ada yang keberatan dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi. Mereka menunjukkan bahwa dua orang atau pihak yang mengadakan komunikasi dengan mempergunakan cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama. Lukisan-lukisan, asap api, bunyi gendang atau tong-tong dan sebagainya. Tetapi mereka itu harus mengakui pula bahwa bila dibandingkan dengan bahasa, semua alat komunikasi tadi mengandung banyak segi yang lemah.
Bahasa memberikan kemungkinan yang jauh lebih luas dan kompleks daripada yang dapat diperoleh dengan mempergunakan media tadi. Bahasa haruslah merupakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bukannya sembarang bunyi. Dan bunyi itu sendiri haruslah merupakan simbol atau perlambang.
Menurut Felicia (2001 : 1), dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya kita kepada bahasa, terutama bahasa Indonesia,
sehingga tidak dirasa perlu untuk mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih jauh. Akibatnya,
sebagai pemakai bahasa, orang Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa. Suatu kelemahan yang tidak disadari.
Komunikasi lisan atau nonstandar yang sangat praktis menyebabkan kita tidak teliti berbahasa. Akibatnya, kita mengalami kesulitan pada saat akan menggunakan bahasa tulis atau bahasa yang lebih standar dan teratur. Pada saat dituntut untuk berbahasa’ bagi kepentingan yang lebih terarah dengan maksud tertentu, kita cenderung kaku. Kita akan berbahasa secara terbata-bata atau mencampurkan bahasa standar dengan bahasa nonstandar atau bahkan, mencampurkan bahasa atau istilah asing ke dalam uraian kita. Padahal, bahasa bersifat sangat luwes, sangat manipulatif. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Lihat saja, bagaimana pandainya orang-orang berpolitik melalui bahasa. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Agar dapat memanipulasi bahasa, kita harus mengetahui fungsi-fungsi bahasa.
Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial (Keraf, 1997: 3).
Derasnya arus globalisasi di dalam kehidupan kita akan berdampak pula pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia mau tidak mau harus ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas, baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi. Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) secara tidak langsung memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia, yang dalam itu, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan iptek itu (Sunaryo, 1993, 1995).
Menurut Sunaryo (2000 : 6), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) iptek tidak dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya, ternyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa sebagai prasarana berfikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam berfikir karena bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran).
Hasil pendayagunaan daya nalar itu sangat bergantung pada ragam bahasa yang digunakan.
Pembiasaan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar akan menghasilkan buah pemikiran yang baik dan benar pula. Kenyataan bahwa bahasa
Indonesia sebagai wujud identitas bahasa Indonesia menjadi sarana komunikasi di dalam masyarakat modern. Bahasa Indonesia bersikap luwes sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana komunikasi masyarakat modern.
Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia , Bahasa juga merupakan alat ekspresi diri sekaligus pula merupakan alat untuk menunjukkan identitas diri. Melalui bahasa, kita dapat menunjukkan sudut pandang kita, pemahaman kita atas suatu hal, asal usul bangsa dan negara kita, pendidikan kita, bahkan sifat kita. Bahasa menjadi cermin diri kita, baik sebagai bangsa maupun sebagai diri sendiri. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus menguasai bahasanya.

Cara berbahasa tertentu selain berfungsi sebagai alat komunikasi, berfungsi pula sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial. Pada saat kita beradaptasi kepada lingkungan sosial tertentu, kita akan memilih bahasa yang akan kita gunakan bergantung pada situasi dan kondisi yang kita hadapi. Kita akan menggunakan bahasa yang berbeda pada orang yang berbeda. Kita akan menggunakan bahasa yang nonstandar di lingkungan teman-teman dan menggunakan bahasa standar pada orang tua atau orang yang kita hormati.

Pada saat kita menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, kita sudah memiliki tujuan tertentu. Kita ingin dipahami oleh orang lain. Kita ingin menyampaikan gagasan yang dapat diterima oleh orang lain. Kita ingin membuat orang lain yakin terhadap pandangan kita. Kita ingin mempengaruhi orang lain. Lebih jauh lagi, kita ingin orang lain membeli hasil pemikiran kita. Jadi, dalam hal ini pembaca atau pendengar atau khalayak sasaran menjadi perhatian utama kita. Kita menggunakan bahasa dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan khalayak sasaran kita.

Bangsa Indonesia memiliki bahasa yang disebut bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi tersebut. Bahasa Indonesia dikenal sebagai bahasa melayu yang dimodifikasi lalu dicampur dengan bahasa-bahasa serapan dari berbagai daerah dan dari bahasa asing yang kemudian dibakukan. Sedangkan bahasa melayu sendiri berakar dari bahasa Austronesia yang muncul sekitar 6.000-10.000 tahun lalu. Bahasa Indonesia diresmikan menjadi bahasa negara dan menjadi bahasa persatuan dari sekian ratus bahasa daerah pada tanggal 28 Oktober 1928.

Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia mempunyai berbagai fungsi, yaitu sebagai bahasa resmi negara, bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan, alat perhubungan pada tingkat nasional bagi kepentingan menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan, dan alat pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, seni, serta teknologi modern. Fungsi-fungsi ini tentu saja harus dijalankan secara tepat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
 Bahasa Indonesia sebagai Alat Komunikasi  

Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita (Gorys Keraf, 1997 : 4). Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain.
Pada saat kita menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, kita sudah memiliki tujuan tertentu. Kita ingin dipahami oleh orang lain. Kita ingin menyampaikan gagasan dan pemikiran yang dapat diterima oleh orang lain. Kita ingin membuat orang lain yakin terhadap pandangan kita. Kita ingin mempengaruhi orang lain. Lebih jauh lagi, kita ingin orang lain membeli atau menanggapi hasil pemikiran kita. Jadi, dalam hal ini pembaca atau pendengar atau khalayak sasaran menjadi perhatian utama kita. Kita menggunakan bahasa dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan khalayak sasaran kita.
Pada saat kita menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, antara lain kita juga mempertimbangkan apakah bahasa yang kita gunakan laku untuk dijual. Oleh karena itu, seringkali kita mendengar istilah “bahasa yang komunikatif”. Misalnya, kata makro hanya dipahami oleh orang-orang dan tingkat pendidikan tertentu, namun katabesar atau luas lebih mudah dimengerti oleh masyarakat umum..Dengan kata lain, kata besar atau luas,dianggap lebih komunikatif karena bersifat lebih umum. Sebaliknya, kata makro akan memberikan nuansa lain pada bahasa kita, misalnya, nuansa keilmuan, nuansa intelektualitas, atau nuansa tradisional.
Menurut Gorys Keraf (1997 : 1), Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Mungkin ada yang keberatan dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi. Mereka menunjukkan bahwa dua orang atau pihak yang mengadakan komunikasi dengan mempergunakan cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama. Lukisan-lukisan, asap api, bunyi gendang atau tong-tong dan sebagainya. Tetapi mereka itu harus mengakui pula bahwa bila dibandingkan dengan bahasa, semua alat komunikasi tadi mengandung banyak segi yang lemah.
Bahasa memberikan kemungkinan yang jauh lebih luas dan kompleks daripada yang dapat diperoleh dengan mempergunakan media tadi. Bahasa haruslah merupakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bukannya sembarang bunyi. Dan bunyi itu sendiri haruslah merupakan simbol atau perlambang.
Menurut Felicia (2001 : 1), dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya kita kepada bahasa, terutama bahasa Indonesia,
sehingga tidak dirasa perlu untuk mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih jauh. Akibatnya,
sebagai pemakai bahasa, orang Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa. Suatu kelemahan yang tidak disadari.
Komunikasi lisan atau nonstandar yang sangat praktis menyebabkan kita tidak teliti berbahasa. Akibatnya, kita mengalami kesulitan pada saat akan menggunakan bahasa tulis atau bahasa yang lebih standar dan teratur. Pada saat dituntut untuk berbahasa’ bagi kepentingan yang lebih terarah dengan maksud tertentu, kita cenderung kaku. Kita akan berbahasa secara terbata-bata atau mencampurkan bahasa standar dengan bahasa nonstandar atau bahkan, mencampurkan bahasa atau istilah asing ke dalam uraian kita. Padahal, bahasa bersifat sangat luwes, sangat manipulatif. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Lihat saja, bagaimana pandainya orang-orang berpolitik melalui bahasa. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Agar dapat memanipulasi bahasa, kita harus mengetahui fungsi-fungsi bahasa.
Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial (Keraf, 1997: 3).
Derasnya arus globalisasi di dalam kehidupan kita akan berdampak pula pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia mau tidak mau harus ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas, baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi. Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) secara tidak langsung memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia, yang dalam itu, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan iptek itu (Sunaryo, 1993, 1995).
Menurut Sunaryo (2000 : 6), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) iptek tidak dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya, ternyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa sebagai prasarana berfikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam berfikir karena bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran).
Hasil pendayagunaan daya nalar itu sangat bergantung pada ragam bahasa yang digunakan.
Pembiasaan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar akan menghasilkan buah pemikiran yang baik dan benar pula. Kenyataan bahwa bahasa
Indonesia sebagai wujud identitas bahasa Indonesia menjadi sarana komunikasi di dalam masyarakat modern. Bahasa Indonesia bersikap luwes sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana komunikasi masyarakat modern.
Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia , Bahasa juga merupakan alat ekspresi diri sekaligus pula merupakan alat untuk menunjukkan identitas diri. Melalui bahasa, kita dapat menunjukkan sudut pandang kita, pemahaman kita atas suatu hal, asal usul bangsa dan negara kita, pendidikan kita, bahkan sifat kita. Bahasa menjadi cermin diri kita, baik sebagai bangsa maupun sebagai diri sendiri. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus menguasai bahasanya.

Cara berbahasa tertentu selain berfungsi sebagai alat komunikasi, berfungsi pula sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial. Pada saat kita beradaptasi kepada lingkungan sosial tertentu, kita akan memilih bahasa yang akan kita gunakan bergantung pada situasi dan kondisi yang kita hadapi. Kita akan menggunakan bahasa yang berbeda pada orang yang berbeda. Kita akan menggunakan bahasa yang nonstandar di lingkungan teman-teman dan menggunakan bahasa standar pada orang tua atau orang yang kita hormati.

Pada saat kita menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, kita sudah memiliki tujuan tertentu. Kita ingin dipahami oleh orang lain. Kita ingin menyampaikan gagasan yang dapat diterima oleh orang lain. Kita ingin membuat orang lain yakin terhadap pandangan kita. Kita ingin mempengaruhi orang lain. Lebih jauh lagi, kita ingin orang lain membeli hasil pemikiran kita. Jadi, dalam hal ini pembaca atau pendengar atau khalayak sasaran menjadi perhatian utama kita. Kita menggunakan bahasa dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan khalayak sasaran kita.

Bangsa Indonesia memiliki bahasa yang disebut bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi tersebut. Bahasa Indonesia dikenal sebagai bahasa melayu yang dimodifikasi lalu dicampur dengan bahasa-bahasa serapan dari berbagai daerah dan dari bahasa asing yang kemudian dibakukan. Sedangkan bahasa melayu sendiri berakar dari bahasa Austronesia yang muncul sekitar 6.000-10.000 tahun lalu. Bahasa Indonesia diresmikan menjadi bahasa negara dan menjadi bahasa persatuan dari sekian ratus bahasa daerah pada tanggal 28 Oktober 1928.

Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia mempunyai berbagai fungsi, yaitu sebagai bahasa resmi negara, bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan, alat perhubungan pada tingkat nasional bagi kepentingan menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan, dan alat pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, seni, serta teknologi modern. Fungsi-fungsi ini tentu saja harus dijalankan secara tepat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Rabu, 13 April 2011

TULISAN 32

Ketentuan Persaingan Sehat
Peraturan tentang persaingan sehat cukup banyak ragamnya, masing-masing dikeluarkan melalui Undang-Undang tersendiri di berbagai negara maju di dunia. Penelusuran dari informasi yang ada, umumnya negara-negara tersebut mengeluarkan peraturan permainan persaingan usaha yang sehat, dengan melarang hal-hal berikut ini:
1) Larangan melakukan persengkongkolan bisnis yang merugikan pesaing lainnya.
2) Monopoli atau memperoleh hak khusus atas dasar KKN dengan birokrat.
3) Proses tender yang tidak transparan, atau menggunakan perusahaan alibaba.
4) Differensiasi harga pada kelompok bisnis tertentu yang merugikan pihak pesaing.
5) Proses merger dan akuisisi yang ditujukan untuk mengurangi tingkat persaingan.
6) Horizontal dan vertical merger yang mangarah pada dominasi konsentrasi pasar. (Vertical merger untuk tujuan efisiensi dan pengurangan harga jual masih diperbolehkan).
7) Proses produksi, kualitas produk, dan kampanye iklan yang merugikan pihak konsumen.
8) Memberikan informasi tentang produk dan pelayanan yang menyesatkan kepentingan komsumen.
9) Ketentuan-ketentuan lainnya.
Tantangan Kedepan
Pengendalian kekuatan monopoli pasar jika ingin efektif perlu dilengkapi dengan peraturan-peraturan yang mengikat demi terselenggaranya persaingan kegiatan usaha secara transparan, adil dan tidak merugikan konsumen. Penggunaan angka konsentrasi pasar sudah tidak dapat digunakan untuk menduga terjadinya persaingan yang tidak sehat. Peaturan-peraturan yang mengikat demi tegaknya “persaingan sehat” di negara kita masih harus ditegakkan, karena masih banyak kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh para pengusaha domestik di segala ukuran konsentrasi pasar di negara kita yang merugikan konsumen.
Rasio konsentrasi pasar di masa mendatang menjadi tidak dapat digunakan sama sekali pada saat negara kita memasuki tahun 2015, dimana lalulintas barang, jasa dan uang menjadi bebas di kawasan perekonomian Asean. Hal ini merupakan komitmen bersama para pimpinan negara ASEAN termasuk Indonesia.
Contoh kemungkinan mandulnya pengendalian pasar tersebut melalui “rasio konsentrasi n-perusahaan” sudah terjadi pada saat ini. Coba simak sendiri bagaimana malangnya masyarakat konsumen dunia, yang mengalami kerugian maha dahsyad dalam “deadweight loss” — akibat ulah para spekulan dan para pembuat keputusan organisasi kartel produksi minyak bumi dunia OPEC, dimana Indonesia menjadi anggotanya. Bahkan pada pertemuan beberapa bulan yang lalu, Indonesia sebagai anggota kartel yang aktif, menjadi tidak begitu berdaya dihadapan para raja produsen minyak berukuran besar yang serakah. Sejatinya, “consumer surplus” dapat terselenggarakan jika anggota OPEC mau menggelontorkan tambahan pasokan produksi ke pasar dunia. Penulis sangat yakin jika hal ini dilakukan, maka dalam tempo hanya 2 minggu harga minyak dunia dapat turun menjadi di bawah $40 per barelnya. Tetapi ironisnya tidak ada badan KPPU di negara manapun di dunia yang dapat dan berdaya untuk melakukan pengendalian konsentrasi pasar pada sistem perekonomian yang mengglobal. Dan sayang jika solusi konsentrasi pasar ini hanya dapat diatasi melalui adu otot kekuatan armada militer adikuasa.
Dugaan persaingan tidak sehat pada kelompok perusahaan Temasek akan cukup adil dilontarkan, dan tentunya tidak akan menjadi heboh, jika sebelumnya Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang yang mengatur ketentuan-ketentuan strategi bisnis terlarang bagi perusahaan yang melakukan proses merger dan akuisisi. Dengan demikian dunia usaha dapat memperoleh iklim investasi dan kepastian dalam kiprahnya melakukan kegiatan bisnis. Semoga saja kasus sengketa KPPU dan Temasek ini dapat menjadi pembelajaran yang berharga di masa yang akan datang.

TULISAN 31

Konsep Kekuatan Monopoli
Pengendalian “kekuatan monopoli” merupakan antisipasi Pemerintah untuk memperbaiki proses berjalannya mekanisme pasar bebas dengan baik, karena didalamnya terkandung kemungkinan tindakan-tindakan pelaku bisnis yang berpotensi dapat merugikan kepentingan konsumen (Baye,2006). Kegagalan mekanisme pasar ini dapat bersumber dari terbentuknya kekuatan pasar yang merugikan konsumen, yaitu dengan menetapkan tingkat harga jual barang dan jasa jauh di atas kalkulasi biaya marginal dalam proses pengadaan dan proses produksi barang atau jasa tersebut. Bagaimana hal ini dapat terjadi? Mudah diterka, karena kepincangan pasar dapat diciptakan apabila perusahaan telah menguasai pasar di kelompok industrinya, sehingga para pesaing tidak memiliki kemampuan untuk menambah pasokan barang di pasar dari insentif harga jual yang tinggi ini.
Kekuatan monopoli dapat menghalangi sebagian kelompok konsumen yang ingin mengkonsumsi barang atau jasa perusahaan, tetapi tidak mempunyai daya beli yang cukup akibat penetapan harga yang tinggi. Dalam istilah ilmu ekonomi seluruh kerugian konsumen ini disebut dengan “deadweight loss”. Tetapi dilain pihak masih ada sebagian konsumen dengan daya beli tinggi dapat memperoleh manfaat dari pembelian barang dan jasa tadi. Manfaat ini menurut kelompok konsumen mampu dipersepsikan sebagai kepuasan yang mereka peroleh dengan mengkonsumsi barang dan jasa tersebut, walaupun tingkat harga jual barang dan jasa yang dipatok produsen adalah relatif tinggi. Menurut istilah ilmu ekonomi hal ini disebut dengan “consumer surplus”.
Bagaimana dengan kepentingan produsen? Tentunya bagi produsen yang menjual barang dan jasa tersebut, mereka akan memperoleh laba usaha. Dalam ilmu ekonomi terdapat 3 tingkatan laba usaha, masing-masing laba normal (normal profit) dan laba maksimal (super normal profit). Yang menjadi sumber sengketa antara Pemerintah dan pengusaha biasanya dipicu oleh tujuan pengusaha mendapatkan laba maksimal dengan menetapkan tarif sedemikian tingginya sehingga patut diduga tindakan ini akan mengorbankan kepentingan konsumen karena menambah areal “deadweight loss”.
Disinilah letak permasalahan sengketa yang terjadi antara KPPU dan kelompok usaha Temasek, yang menurut dugaan KPPU mencapai nilai di atas Rp 14 triliun. Kita masih akan menunggu bagaimana kemudian keputusan pengadilan menyelesaikan sengketa ini. Bagi perusahaan Telkomsel, salah satu jalan keluar adalah membuktikan bahwa laba usaha yang diperoleh masih dalam batas koridor pencapaian laba normal. Jika laba super normal terlampaui dalam jangka pendek, manajemen perusahaan masih perlu menunjukkan bahwa laba tersebut memang diakumulasikan untuk tujuan perluasan jaringan telpon dan pelayanan yang menuntut biaya investasi yang tinggi.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah untuk mengukur tingkat monopoli adalah menggunakan “angka konsentrasi n-perusahaan”, yang diukur dari jumlah volume produksi atau penjualan. Angka yang sering dipakai adalah Angka Konsentrasi 4 perusahaan dan Konsentrasi 8 perusahaan. Kekuatan monopoli terjadi jika angka tersebut melebihi tingkatan 50%. Yang menjadi masalah dari kedua rasio ini adalah bahwa metode tersebut tidak cukup sensitif pada perubahan jumlah produksi dari perusahaan pada kedudukan yang teratas.
Sebagai solusinya diperkenalkan Herfindahl index (Besanko, dkk, 2005). Indeks konsentrasi ini merupakan jumlah pangkat dua pangsa pasar semua perusahaan sejenis yang berada di pasar. Angka di atas 0,6 menunjukkan kondisi yang mengarah pada penguasaan pasar. Kemudian untuk kasus merger dan akuisisi, indeks yang biasa digunakan adalah Herfindahl-Hirschman Index (HHI). HHI merupakan jumlah pangkat dua saham yang dimiliki perusahaan dalam kegiatan sejenis dikalikan dengan 10.000. Kondisi pasar setelah merger dan akuisisi yang mencapai angka indeks dibawah 1000 menunjukkan kondisi tidak terkonsentrasinya pasar, sedangkan angka indeks di atas 1800 menggambarkan kondisi terjadinya kekuatan monopoli.
Kembali pada kasus KPPU vs Temasek, penggunaan “angka konsentrasi n-perusahaan” oleh KPPU perlu dipertanyakan tingkat validitasnya. Karena kasus yang dihadapi adalah akuisisi sebagian kepemilikan saham milik Pemerintah/BUMN maka seyogyanya digunakan Herfindahl-Hirschman Index. Apalagi ini menyangkut masalah kepemilikan silang, sebelum dan sesudah kehadiran perusahaan Temasex.
Terlepas dari aspek tersebut, penulis meragukan penggunaan rasio “kekuatan monopoli”, karena rasio ini tidak dapat mengungkapkan perilaku pengusaha yang dapat secara sepihak atau bersama-sama mensiasati berbagai kecurangan yang mengarah pada kerugian di pihak konsumen. Dan memang metode konsentrasi pasar sudah mulai ditinggalkan banyak negara, dan menggantikan proses pengendalian konsentrasi pasar dengan berbagai memberlakukan ketentuan-ketentuan menyelenggarakan kegiatan usaha secara tertib, beretika dan menjunjung tinggi persaingan secara sehat.

TULISAN 30

Praktek Pengendalian Kekuatan Monopoli
Keputusan KPPU untuk melarang praktek penguasaan pasar oleh para produsen bukan kali ini saja dikeluarkan. Sebelumnya lembaga independen ini telah melakukan larangan serupa pada kasus perusahaan Carrefour, kasus perusahaan BUMN pengerukan, dan berbagai kasus praktek kegiatan bisnis yang “kurang sehat”, seperti dalam proses tender, program pengadaan maupun kasus-kasus penipuan pada para konsumen. Landasan yang digunakannya adalah Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Sejatinya larangan praktek monopoli ini sudah lama dilakukan oleh beberapa negara maju, termasuk di negara adidaya Amerika Serikat. Kebijakan pengendalian kekuatan monopoli dikeluarkan oleh Pemerintah Federal dari negara tersebut dengan dikeluarkannya Sherman Antitrust Act pada tahun 1890. Dengan ketentuan tersebut maka para pebisnis dilarang untuk melakukan kongkalikong bisnis yang berpotensi merugikan konsumen atau melakukan upaya yang mengarah pada monopoli kegiatan perdagangan antar negara bagian, termasuk monopoli dalam kegiatan ekspor dan impor.
Dalam pelaksanaannya, pembuktian dan penafsiran tingkat pelanggaran oleh kalangan pengusaha dilakukan oleh lembaga pengadilan. Jadi baik Pemeritah maupun lembaga independen lainnya tidak berhak untuk melakukan keputusan secara sepihak. Penafsiran atas suatu “tindakan tidak terpuji” memakan waktu lama, dan baru dapat tuntas disepakati setelah beberapa kasus berbeda di lapangan telah diputus oleh lembaga pengadilan. Sebagai contoh, penetapan tingkat tarif yang dianggap ilegal pada kasus Trans-Missouri Freight Association pada tahun 1898, kemudian berkembang dengan juga melarang praktek tender bodong (collusive bidding) pada kasus Addison Pipe and Steel Company tahun 1899. Penafsiran “kekuatan monopoli” kemudian berkembang dan disepakati pada tahun 1911, yaitu meliputi praktek mengeluarkan ancaman, membuat perusahaan alibaba, dan praktek menyogok pejabat, pada saat badan judisial menyelesaikan kasus monopoli Standard Oil of New Jersey.
Kebingungan atas penafsiran Undang-Undang ini kemudian memuncak karena para pengusaha tidak dapat mengantisipasi terlebih dahulu apakah tindakannya (seperti melakukan kebijakan “predatory pricing”) yang disiasati untuk tujuan meningkatkan daya saing dapat dijerat kemudian oleh pengadilan karena dianggap melanggar Undang-Undang. Baru setelah dikeluarkan Clayton Act tahun 1914 dan Robinson Patman Act tahun 1936, ketentuan predatory pricing dilarang sepenuhnya apabila ditujukan untuk mengurangi persaingan atau membentuk kekuatan monopoli. Ketentuan rambu-rambu membentuk mekanisme pasar yang berkeadilan (yaitu tidak mengarah ke monopoli) diperkuat lagi dengan Cellar-Kefauver Act pada tahun 1950, yang melarang proses merger dan akuisisi kepemilikan saham perusahaan lain apabila hanya ditujukan untuk mengurangi persaingan atau cenderung menciptakan kekuatan monopoli.
Dari bahasan ini semakin jelas bahwa Pemerintah melalui mekanisme lembaga pemerintah dan pengadilan niaga sangat memperhatikan bahwa proses “mekanisme pasar bebas” dapat dilakukan, sepanjang para pelaku bisnis dapat juga menjunjung tinggi terselenggaranya pola persaingan usaha yang sehat, dengan menghindari strategi bisnis yang dapat mengarah pada terbentuknya “kekuatan monopoli”. Sengketa dapat saja timbul apabila ketentuan perundang-undangan tidak secara rinci menyatakan tindakan-tindakan yang diperbolehkan dan dilarang. Uraian berikut akan mengulas konsep teoritis “kekuatan monopoli” dan motif dilakukannya pengaturan pasar oleh Pemerintah.

TULISAN 29

Di akhir bulan Nopember ini kalangan pebisnis di Indonesia sempat dibuat tercengang oleh keputusan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) yang mevonis Temasek Holdings yang diduga telah melanggar aturan persaingan tidak sehat karena telah memiliki saham secara silang di Indosat dan Telkomsel. Silang pendapatpun bermunculan, yang kemudian mengerucut pada dua kubu: yang “pro” pada keputusan otoritas KPUU dan yang “kontra” dengan berbagai keberatan atas landasan pemikiran dan alasan ditetapkannya keputusan tersebut.
KPPU berdalih bahwa kepemilikan silang perusahaan Temasek Holdings Ltd. pada kedua perusahaan tersebut mengakibatkan terbentuknya “kekuatan monopoli” karena konsentrasi pasar yang melebihi 80 persen pada bisnis telpon selular. Ulasan khusus yang disajikan oleh Majalah Tempo (edisi 26 Nov – 2 Des 2007) memaparkan dampak lebih lanjut atas dugaan kedudukan monopoli ini pada kerugian konsumen pemakai jasa selular antara Rp 14,3 triliun hingga Rp 30,8 triliun selama kurun waktu 2003-2006. Jika keputusan ini nantinya memiliki kekuatan hukum yang tetap, jumlah tersebut tentunya merupakan jumlah kerugian pada pihak konsumen yang cukup besar untuk satu jenis kegiatan usaha.
Bahkan menurut KPPU, sebagai lembaga yang diberikan kuasa oleh negara untuk menjaga dan memonitor Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli di Indonesia, imperium perusahaan milik Pemerintah Singapura ini dituding telah melakukan beberapa perilaku kegiatan usaha yang “kurang sehat”. Menurutnya, perusahaan tersebut diterangai telah melakukan 4 kesalahan: masing-masing (a) Kekuatan perusahaanTelkomsel dalam mempengaruhi harga di industri selular, (b) Penetapan harga tarif percakapan Telkomsel yang kelewat mahal, (c) Kebijakan pimpinan perusahaan Indosat yang memperlambat penambahan menara BTS Indosat, dan (d) Tingkat keuntungan yang kelewat tinggi. Semua perilaku perusahaan Indosat dan Telkomsel ini akhirnya diduga mengakibatkan laba bersih perusahaan Telkomsel yang melonjak drastis dari Rp 2,79 triliun menjadi Rp 9,71 triliun pada akhir Juni 2007.
Kontroversi kemudian muncul dengan berbagai alasan yang diutarakan oleh mereka yang temasuk pada kubu yang mengkritik atau menolak keputusan KPPU. Suara yang paling vokal telah dilontarkan oleh Pande Radja Silalahi pada Majalah Trust (Edisi 26 Nov- 2 Des 2007), yang menurutnya vonis KPPU tadi merupakan suatu keputusan yang salah fatal. KPPU yang seharusnya berposisi sebagai wasit tetapi justru turut bermain dalam proses penyelesaian masalah, yaitu dengan menetapkan kewajiban penurunan harga jual Telkomsel sebanyak 15% dan keharusan bagi perusahaan Temasek menjual kembali saham yang dimilikinya maksimal 5% kepada calon pembeli. Bersuara sama dengan apa yang juga dikemukakan oleh Todung Mulya Lubis, KPPU dituding kurang mampu memberikan landasan hukum yang kuat dalam keputusannya tersebut.
Memang menarik landasan argumentasi oleh kedua kubu, yang menurut pengamatan penulis memiliki tingkat kebenarannya masing-masing. Namun, bukan maksud penulis untuk mengupasnya lebih mendalam ranah sengketa hukum yang pelik ini, mengingat secara historis dan konsepsual pelaksanaan pengawasan kekuatan monopoli pasar memang mengandung berbagai permasalahan, sehingga efektifitas pengendaliannya sulit diterapkan secara “proper” dan diterima secara aklamasi oleh para pelaku bisnis umumnya.

TULISAN 28

Cakupan Ilmu Lingkungan Hidup
Ilmu lingkungan hidup membahas masalah dan tantangan isu pengendalian polusi, perubahan iklim, perlindungan lingkungan hidup, konservasi sumber bahan baku yang semakin menipis, keragaman dan ancaman kelangsungan hidup mahluk hidup alam semesta, serta permasalahan alokasi sumber daya alam dan energi dalam proses produksi yang berkelanjutan. Memang benar aset maupun harta karun di sekitar alam sekitar kita bukan merupakan aset yang kepemilikannya dipegang dan dikendalikan oleh generasi manusia sekarang, tetapi mereka merupakan juga hak milik (equity) dari seluruh generasi-generasi penerus di kemudian hari. Oleh karenanya aset tersebut harus dikelola dengan baik, dipelihara kesehatannya agar pemanfaatannya dapat berkelanjutan (sustainable).
Pengelolaan lingkungan hidup menuntut para investor dan pengusaha untuk melakukan proses kalkulasi manfaat dan biaya dari kegiatan produksi, perdagangan dan investasi pada kegiatan bisnisnya secara benar dan cermat. Di dalam kalkulasi tersebut perlu juga dimasukkan aspek internalisasi biaya pengendalian lingkungan, dan internalisasi akibat kerusakan-kerusakan yang timbul dalam proses produksi barang dan jasa — yang kepemilikannya berada ditangan masyarakat (community) dan generasi penerus kita. Tragedi jurang kemiskinan, dampak mulplier lokal yang minimal, pengangguran setempat yang tinggi, kasus kebocoran pembangkit nuklir di wilayah Three Miles Island dan Bhopal, berikut proses pembalakan hutan dan kebakaran asap serta kasus lluapan lumpur panas Sidoardjo merupakan peristiwa-peristiwa negatif yang patut dihindari.
Belum lagi kerusakan kualitas sungai, langkanya sumber air minum bersih, pembuangan sampah, perubahan tataruang (yang kontra lingkungan hidup) semuanya membuktikan adanya fakta telah terjadinya ”U-Shaped Hypothesis”, yaitu gejala penularan dampak lingkungan hidup yang semakin bersifat jangka pendek. Ketidak pedulian kita terhadap kasus-kasus global seperti rumah kaca, limbah radioaktif, rusaknya biodiversity laut, hutan dan fauna serta kelangkaan sumber panngan dunia tentunya pada saatnya akan memberikan dampak serupa dalam percepatan hipotesa tersebut jika tidak dikendalikan.
Atas dasar pertimbangan ini maka kalkulasi ”internal rate of return” suatu usulan investasi bisnis (kelayakan finansial) perlu dilengkapi juga dengan analisis cost-benefit, multi-criteria analysis, analisis proses multiplier, analisis cost-effectiveness dan analisis penilaian aset. Kita sebagai pelaku bisnis perlu juga menghormati dan menjalankan berbagai peraturan lingkungan hidup secara lokal, nasional dan internasional. Mengatasi masalah dan isu lingkungan hidup yang dampak negatifnya dinikmati oleh masyarakat dunia, seperti kasus ”global warming” dan perubahan cuaca dunia memang harus ditangani secara bersama — sepeti yang telah diatur dalam Perjanjian Internasional Kyoto Protokol. Mitigasi terhadap ancaman jangka panjang ini merupakan kewajiban bagi generasi masa kini agar pembangunan dan kesejahteraan dunia dapat berlangsung secara berkelanjutan bagi generasi-generasi penerus.
Diskusi mendalam dari permasalahan dan isu lingkungan hidup dari alam sekitar kita diuraikan lebih lanjut secara sistimatis oleh penulis kawakan ini ke dalam sepuluh bab topik bahasan. Proses substitusi pemanfaatan sumber daya alam yang semakin langka memang dapat terjadi secara alamiah dalam jangka panjang, tetapi proses mitigasi dari kemungkinan terjadinya mala petaka perlu dilakukan sejak sekarang. Tekanan dan persaingan bisnis dalam memanfaatkan lingkungan hidup perlu diminimalisir.

TULISAN 27

Sebagian besar dari kita telah mengenal disiplin ilmu ekonomi secara makro maupun secara mikro yang mengulas aspek perekonomian makro dan aspek manajemen perusahaan, yang mencakup seperti manajemen strategi, produksi, pemasaran dan sumber daya manusia. Akibatnya mungkin masih sedikit dari kita yang memahami dan mengetahui seluk beluk perihal Ilmu ekonomi lingkungan, yang dalam dua puluh tahun terakhir ini mengalami kemajuan dalam perkembangannya. Adakah buku yang secara khusus membahas aspek yang terakhir ini?
Buku ”Environmental Economics” karangan Alan Gilpin menjawab kebutuhan tersebut, disamping merupakan suatu terobosan tersendiri. Buku keluaran John Wiley & Sons Ltd ini ditulis dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh orang awam, walaupun sifatnya yang komprehensif mencakup seluruh permasalahan, isu dan perkembangan dalam memanaje lingkungan hidup dari alam sekitar kita secara ekonomis.
Manfaat Mempelajari Ilmu Lingkungan Hidup
Mengapa Ilmu Ekonomi Lingkungan Hidup diperlukan? Menurut penulis hal ini tidak lain dari adanya kenyataan motif berbisnis yang tidak semata-mata untuk mengejar laba. Dalam kenyataan sehari-hari, kegiatan bisnis saat ini akan semakin terkendala oleh keterbatasan pengetahuan, energi dan ambisi perusahaan meraih laba jangka pendek dan jangka panjang. Perusahaan yang sedang berkembang dituntut kemampuannya mengendalikan teknologi, kalkulasi harga dan biaya, dan menghindari ancaman dari kebangkrutan serta proses pengambil alihan perusahaan. Pemilik saham perusahaan pada saat ini mungkin rela menerima lebih sedikit imbal saham, sepanjang perusahaan yang dimilikinya tetap berkembang dalam jangka panjang. Seluruh motif dan kejadian ini terkait erat dengan permasalahan-permasalahan lingkungan hidup di sekitar lokalitas perusahaan.
Dunia bisnis pada abad modern sekarang terjalin erat hubungannya dengan para pemangku kepentingan yang lebih luas. Mereka terdiri dari pelaku ekonomi seperti pemegang saham, kreditur, direktur, manajer, konsumen, pemasok, pekerja, ahli pemasaran dan iklan, konsultan, anggota masyarakat dan lembaga pemerintahan dan publik pada tingkat pusat dan daerah. Hubungan ekonomi, sosial dan politik dengan pelaku-pelaku ini sebagian telah diikat melalui perjanjian kontrak, tetapi sebagian lagi tidaklah demikian. Proses perubahan lingkungan bisnis, perubahan alam sekitar, perubahan ketentuan dan peraturan pemerintah maupun perkembangan tuntutan-tuntutan dari pelaku lainnya yang tidak terikat dengan kontrak bisnis, semuanya akan semakin mempengaruhi kepentingan pemangku kepentingan, khususnya para pemegang saham.
Dari kondisi tersebut maka acuan bisnis ke depan sebenarnya bukanlah lagi mengejar laba perusahaan, tetapi lebih kepada keberlanjutan usaha (survival). Tiadanya faktor efisiensi pasar dan berbagai potensi timbulnya kegagalan pasar semakin menuntut kalangan bisnis untuk memperhatikan dan menguasai ilmu lingkungan hidup.

TULISAN 26

Hati-Hati Datangnya Gejala Bubbled Economy
Kondisi perekonomian akan menjadi berbahaya apabila terjadi situasi yang dinamakan “bubbled economy”. Situasi yang serupa ini akan dihadapi oleh anggota rumahtangga yang terpaksa menggunakan air bak mandi yang menjadi keruh dan berlumpur pada musim kering, sehingga merusak kualitas air mandi yang dapat mengakibatkan mundurnya tingkat kesehatan anggota rumah tangga.
Proses terjadinya “bubled economy” memakan waktu beberapa tahun secara perlahan-lahan, melalui penambahan jumlah uang beredar dan kredit perbankan yang tidak diikuti oleh peningkatan kegiatan investasi langsung (PMDN atau PMA) dan kegiatan produksi di sektor riil. Perekonomian Indonesia pernah mengalami ancaman krisis ekonomi akibat “bubbled economy” pada tahun 1992, pada saat perbankan nasional kita menyalurkan kredit ke sektor perumahan dan konstruksi (property) secara besar-besaran. Penyaluran kredit ini ternyata tidak sepenuhnya diikuti dengan kegiatan pembangunan proyek-proyek property dengan cepat sehingga jumlah uang yang beredar di masyarakat melebihi kebutuhan.
Contoh lainnya adalah jika terjadi penjualan saham dari para Perusahaan Emiten di pasar modal yang sebagian dana yang diperolehnya digunakan untuk tujuan di luar kegiatan produksi di sektor riil. Apalagi jika sebagian dari dana yang tak terpakai tersebut dilarikan ke luar sistem perekonomian ditanam atau di tabung di perbankan di luar negeri. Proses “bubled ekonomi” dapat juga terjadi jika terdapat kenaikan indeks saham secara dahsyad yang berasal dari masuknya dana portofolio luar negeri, tanpa diikuti oleh kenaikan kapasitas produksi dari perusahaan emiten yang ada di bursa.
Apapun bentuk manifestasi pencetus terjadinya bubled economy, dampak negatif yang dihasilkan adalah meningkatnya ancaman kenaikan tingkat inflasi dan pelemahan nilai mata uang rupiah. Kedua ancaman terakhir ini merupakan kejadian yang sangat tidak diinginkan oleh para pelaku ekonomi, karena dapat mengurangi kesejahteraan maupun margin laba usaha mereka di kemudian hari.
Perekonomian Indonesia pada saat ini memiliki ciri-ciri menuju terbentuknya “bubled economy”. Peningkatan indeks harga saham di bursa yang melewati batas psikologis 2000 dalam satu bulan terakhir ini lebih banyak disebabkan oleh derasnya aliran masuk dana portofolio jangka pendek, yang tujuannya sebagian besar untuk mencari keuntungan sesaat. Masih diragukan adanya niat baik para investor global tersebut untuk mengkonversikan penyertaan sahamnya di pasar modal tersebut guna mendapatkan returns jangka panjang dari kegiatan produksi para produsen (emitent) yang sahamnya diperjual belikan di bursa Bursa Efek Jakarta. Arus dana global yang masuk (injection) ke sistem perekonomian kita ini , kemudian terpaksa diredam oleh Bank Indonesia dengan segera mengeluarkan kertas berharga (obligasi) dengan bunga yang menarik, agar perekonomian kita tidak kebanjiran uang beredar. Hal ini dilakukan oleh bank sentral kita untuk meredam ancaman inflasi.
Akibat operasi pasar seperti ini sudah barang tentu nilai tukar Indonesia menjadi relatif menjadi kuat karena stok cadangan devisa bertambah. Tetapi perlu dicatat bahwa peningkatan devisa ini sifatnya hanya semu dan sementara. Masih dinantikan dalam beberapa bulan ini kemampuan pelaku ekonomi domestik dan para pengusaha di sektor industri untuk menambah kapasitas produksi nasional, melakukan kerjasama operasi dengan PMA dan akhirnya peningkatan jumlah lapangan pekerjaan. Kita juga berharap tidak terjadi goncangan bursa di bursa China atau membaiknya suku bunga di negara maju— dimana jika hal ini terjadi maka indeks BEJ akan mengalami koreksi dan akan turun dengan sangat tajam (crash), termasuk melemahnya kembali nilai tukar rupiah. Moga-moga dugaan ini semua tidak akan terjadi.

TULISAN 25

Mengelola Trigger Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi ( dari Yo ke Y t+1) dapat didorong untuk berkembang jika terdapat peningkatan permintaan agregat (permintaan menyeluruh) dari para pelaku ekonomi dalam bentuk belanja barang dan jasa maupun pembelian bahan baku, mesin dan faktor-faktor produksi lainnya. Pada contoh kasus bak mandi, pertumbuhan permukaan bak mandi akan dapat didorong naik jika pada rumah tangga terdapat cukup banyak permintaan (agregat) akan air mandi dari seluruh anggota rumah tangga. Dan masing-masing anggota rumah tangga tentunya memiliki pola jumlah liter air mandi yang dimintanya setiap, hari, minggu, bulan atau tahun.
Permintaan agregat dalam perekonomian ini meliputi permintaan penggunaan sumber dana (money supply) yang tersedia di satu negara untuk tujuan memenuhi terlaksananya berbagai kegiatan utama dari para pelaku ekonomi utama, seperti:
(a) Pembelian barang kebutuhan pokok dan barang kebutuhan atau jasa lainnya oleh konsumen untuk digunakan sendiri di rumahtangga (Consumption atau C);
(b) Kegiatan investasi langsung untuk memproduksi barang dan memberikan pelayanan jasa oleh rumahtangga guna dijual di pasar (Household Investment atau Ihh);
(c) Kegiatan membelanjakan barang dan pengeluaran kegiatan investasi proyek-proyek Pemerintah oleh lembaga pemerintahan atau kontraktor yang ditunjuk (Government Investment atau Ig);
(d) Kegiatan investasi langsung untuk memproduksi barang dan pelayanan jasa oleh perusahaan swasta, BUMN, PMDN dan PMA (Private Investment atau Ip);
(e) Kegiatan memproduksi barang untuk tujuan ekspor dan melakukan kegiatan jasa perdagangan luar negeri, ekspor dan impor (net export atau X-M).
Pada sistem perekonomian yang telah berjalan dengan baik biasanya mampu untuk membiayai pendanaan guna memenuhi kegiatan permintaan agregat tersebut melalui proses injection ke dalam sistem perekonomian (bak mandi). Proses pemasokan dana ini bersumber dari pendapatan pajak yang berhasil dihimpun oleh Pemerintah dan yang berasal dari dana pihak ketiga yang dimobilisasi oleh Lembaga Perbankan di dalam negeri. Sayangnya akibat kurang mampu dan disiplinnya masyarakat dalam membayar pajak, maka kekurangan (deficit) dalam pembiayaan ini di penuhi dengan injeksi dana kredit dari perbankan di luar negeri atau bahkan dengan pinjaman luar negeri (sebelah kiri atas dari diagram).
Seperti halnya terjadi pada rumah tangga, apabila sampai terjadi pimpinan rumahtangga mendapatkan sumber air dari tetangga sekitar rumah maka tentunya hal ini akan mengganggu kenyamanan mereka. Pada perekonomian nasional pinjaman luar negeri (dari negara tetangga) biasanya akan sangat berdampak negatif di kemudian hari. Apabila kegiatan ini tidak direncanakan dan dikelola dengan hati-hati dapat membawa beban hutang negara yang sekaligus akan mengurangi cadangan devisa negara.
Seperti diuraikan pada model perekonomian terbuka, Indonesia menganut faham kebijakan devisa bebas sejak pemerintahan Orde Baru tahun 1967. Pemerintah dalam hal ini tidak membatasi lalulintas devisa dari kegiatan investasi asing langsung (foreign direct investment) perusahaan PMA maupun hasil devisa ekspor agar dimasukkan kembali ke dalam sistem perekonomian. Jadi merujuk pada uraian bagan bak mandi di atas, disamping terdapat proses injeksi arus dana kedalam sistem perekonomian, sehari-hari dijumpai juga proses penyusutan (withdrawals) keluar sistem perekonomian.
Proses withdrawals ini terjadi jika ada orang Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri, atau pengiriman dana hasil keuntungan perusahaan PMA (repatriation profit) ke Kantor Pusat, proses pembayaran cicilan dan bunga dari kredit luar negeri, pengiriman dana untuk kebutuhan kegiatan pengadaan impor barang modal dan bahan baku industri, serta kegiatan lalulintas dana luarnegeri yang dilakukan Pemerintah.

TULISAN 24

Cara bekerja sistem perekonomian di satu negara dapat digambarkan dengan menggunakan konsep BAK MANDI. Konsep ini menggunakan analogi seorang Bapak atau Ibu rumahtangga dalam memanaje kebutuhan air mandi untuk para anggota rumah-tangganya. Dengan jumlah anggota rumahtangga yang relatif besar yang biasa dijumpai pada kehidupan rumahtangga masyarakat di Indonesia, setiap rumahtinggal selalu diperlengkapi dengan bak mandi dengan kapasitas daya tampung air yang memadai. Sistem instalasi air di rumah tersebut kemudian dibangun, dengan menggunakan tangki penampungan di luar kamar mandi yang menggunakan jetpump atau dengan sistem penimbaan dari sumur terdekat dari lokasi bak mandi tersebut.
Pimpinan rumah tangga akan berusaha memelihara posisi ketinggian air di bak mandi agar mencukupi kebutuhan para pemakai. Dia akan selalu mengawasi jangan sampai air yang masuk ke dalam bak mandi meluap sehingga tidak bermanfaat. Demikian juga jangan sampai air tersebut kualitasnya menjadi kurang baik dan keruh yang dapat merusak kesehatan para pemakai. Pada saat terjadi gangguan listrik atau kerusakan dari sumber air minum di rumah tersebut, maka dengan segera pimpinan rumahtangga melakukan tindakan untuk mencari air dari tetangga atau sumber air yang terdekat di sekitar rumah tinggal.
Perekonomian versi Bak Mandi
Skenario kegiatan penyediaan air mandi ini dapat kita aplikasikan seperti halnya bagaimana Pemerintah melakukan pengelolaan manajemen ekonominya untuk masyarakat di negaranya masing-masing. Sistem ini saya perkenalkan sebagai “sistem ekonomi bak mandi”, 
Pemerintah sebagaimana halnya dengan pimpinan rumahtangga tersebut akan melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan kondisi posisi keseimbangan sistem perekonomian sedemikian rupa dengan tujuan:
(a) Perekonomian tersebut dapat memenuhi kebutuhan para pelaku ekonominya
yang terdiri produsen, konsumen dan lembaga penunjang ekonomi pada setiap saat. Untuk melakukan ini perlu dipelihara pemupukan cadangan (stock) kebutuhan pangan, listrik, bahan bakar minyak dan devisa negara dalam jumlah yang cukup.
(b) Pemerintah perlu membangun sistem perekonomian dalam bentuk sistem
kelembagaan ekonomi, sistem perundang-undangan dan peraturan kebijakannya, sistem pengelolaan manajemen pemerintahan, perumusan kebijakan ekonomi, berikut sistem distribusi dan pengembangan infrastruktur publik yang diperlukan, meliputi antara lain jaringan jalan, pelabuhan dan lapangan terbang, sistem telekomunikasi dan sebagainya.
(c) Pemerintah akan memonitor agar supaya terjadi arah perkembangan dan
pertumbuhan ekonomi dari posisi Yo mencapai posisi Y t+1.
Proses pemupukan cadangan atau capital stock dilakukan Pemerintah dengan melakukan perencanaan ekonomi makro sedemikian rupa dengan pertama kali menetapkan target- target pembangunan di sektor riil, fiskal dan moneter. Target tersebut dirumuskan dengan memperhatikan kemampuan sistem ekonomi, partisipasi para pelaku ekonomi, sumber pendanaan dan berbagai kebijakan ekonomi yang diperlukan.
Kemudian Pemerintah akan menggerakkan potensi permintaan agregat (agregate demand) di masyarakat agar dapat direalisasikan dalam bentuk produksi dan pemupukan cadangan logistik yang tersedia di pasar, minimal meliputi kebutuhan barang pangan, listrik, bahan bakar minyak dan kebutuhan dasar konsumen lainnya. Di sektor fiskal Pemerintah akan melakukan berbagai upaya penggalangan sumber dana dari dalam negeri terutama melalui kegiatan perpajakan (taxation) yang semakin meningkat, tanpa membuat lesu kegiatan produksi dan investasi. Sedangkan di sektor moneter Pemerintah akan memelihara kebutuhan jumlah uang beredar (money supply) berikut cadangan devisa yang diperlukan untuk membiayai kegiatan impor dan lalulintas pertukaran mata uang asing.

TULISAN 23

Beberapa minggu terakhir ini media maupun perhatian masyarakat kota Jakarta disibukkan oleh hiruk pikuk kegiatan kampanye dari dua kandidat calon gubernur. Masing-masing kandidat (pasangan Adang Daradjatun-Dani Anwar dan Fauzi Bowo-Prijanto) telah saling mengumbar janji untuk segera menangani semua permasalahan yang dihadapi ibukota negara – Jakarta.

Menyimak program prioritas yang akan dilakukan oleh para kandidat tersebut, keduanya hampir boleh dikatakan memiliki kesamaan cara pandang membenahi permasalahan kota Metropolitan Jakarta.
Pertama, masalah kemacetan yang merupakan kendala utama bagi warga ibukota dan para pelaku ekonomi dalam melakukan kegiatan bisnis dan kegiatan sehari-harinya. Akibat keterlambatan pemerintahan kota pada era sebelumnya menangani masalah ini, maka sistem jaringan jalan raya yang tersedia menjadi tidak mampu untuk menampung permintaan pengguna jalan yang semakin bertambah. Solusi untuk menangani masalah ini adalah melalui pengembangan sistem transportasi massal yang cepat dan terjangkau, sehingga program tambal sulam melalui kebijakan penambahan jaringan jalan raya dan penambahan jalur khusus sepeda motor tidak perlu dilakukan. Begitu sistem tersebut telah terbangun pengendalian pertumbuhan kendaraan bermotor pribadi dapat dilakukan dengan tegas.
Kedua, kedua kandidat juga menekankan perlunya dibangun sistem feeder angkutan antar wilayah, baik melalui program busway maupun pengembangan sistem kereta api, angkutan laut dan angkutan darat. Tetapi bagaimana program ini akan dijalankan tidak tersirat dalam materi kampanye kedua kandidat. Untuk tidak memperkeruh lalulintas traffic di pusat kota yang sudah melebihi daya dukung kapasitasnya, sebaiknya terminal-terminal intramoda segera dibangun di wilayah pinggiran kota – yang selanjutnya dihubungkan dengan sistem angkutan massal yang dibangun disekitar lingkaran dalam sistem lalulintas kota.
Ketiga, sesuai persyaratan untuk merevitalisasi pembangunan kota metropolitan Jakarta maka infrastruktur publik kota harus dibangun secara memadai dan berkualitas. Nah.. ternyata kedua kandidat baru melihat sebatas penanganan masalah banjir tahunan yang selalu melanda ibukota. Keduanya memprioritaskan pembangunan Banjir Kanal Timur yang memang sudah akan dibantu pendanaannya oleh Pemerintah Pusat dengan anggaran yang cukup besar. Sebenarnya masalah banjir musiman ini bukan hanya akan dapat tertanggulangi dengan membuat sistem saluran yang besar dan memadai akan tetapi diperlukan juga upaya penanganan daerah resapan di wilayah Bogor sampai dengan kawasan Ciawi dan Puncak. Disini diperlukan sistem perencanaan penanganan banjir yang tersentralisir antar Pemerintahan Daerah sepanjang aliran sungai Ciliwung, dan sungai-sungai lainnya yang bermuara di Kota Jakarta.
Sayangnya kedua kandidat tidak menjamah bagaimana penyediaan air bersih, listrik, saluran gas dan kawasan hijau akan dibangun dan dikembangkan. Revitalisasi kota metropolitan Jakarta akan sukses terbangun jika fasilitas publik tersebut tersedia dengan cukup memadai. Belum lagi aspek penanganan limbah industri maupun limbah sampah perlu juga dipikirkan solusinya dan mendapatkan prioritas penanganannya.
Saya angkat topi pada kedua kandidat calon gubernur yang memprioritaskan pengembangan masalah SDM kota Jakarta, baik itu melalui peningkatan fasilitas kesehatan maupun mengadakan kegiatan pendidikan gratis sampai SLTA, subsidi pembangunan sekolah kejuruan, penuntasan wajib belajar 12 tahun, revitalisasi balai latihan kerja maupun program kesejahteraan guru. Program ini seyogyanya dilengkapi juga dengan pembebasan atau pemberian subsidi materi bahan ajaran maupun pengadaan buku wajib bagi para murid sekolah, yang harganya akhir-akhir ini semakin meningkat dan tidak terjangkau. Pengadaan gratis fasilitas komputer pada sekolah-sekolah SLTP dan SLTA dalam jumlah yang cukup perlu juga dilakukan.
Yang menjadi kekecawaan saya dari paket janji kedua calon gubernur adalah bahwa mereka memperlakukan SDM atau warga yang kurang mampu sebagai “obyek pembangunan kota”. Artinya kedua kandidat telah mengumbar janji untuk mengadakan fasiltas rumah sehat atau rumah susun, perbaikan atau bahkan menghapus kawasan kumuh yang belkum tentu merupakan harapan-harapan warga yang kurang mampu. Jika kita memposisikan kepentingan jangka panjang dari mereka yang kurang mampu, mereka sebenarnya tidak begitu mendambakan adanya kualitas lingkungan hidup yang baik… tetapi mereka akan sangat memerlukan kepastian tersedianya lapangan kerja dan perbaikan kualitas ekonomi rumah tangga sehari-harinya.
Lapangan kerja yang cukup tersedia dan memadai bagi warga kota Jakarta, khususnya untuk kalangan bawah dan kalangan menengah merupakan prioritas yang paling tinggi yang harus dikerjakan oleh Gubernur terpilih nantinya.
Dalam kaitan ini rencana kerja pemerintahan daerah Ibukota DKI Jakarta perlu segera menetapkan hal-hal berikut ini:
1. Visi dan misi pengembangan perekonomian kota yang dapat menangani secara bertahap permasalahan penyediaan lapangan kerja warga ibukota, khususnya mereka yang berpenghasilan menengah ke bawah.
2. Pengembangan sektor-sektor unggulan ekonomi kota, baik yang berorientasikan ekspor maupun yang berbasiskan pemberdayaan sektor UKM dan sektor informal.
3. Penyediaan fasilitas kredit modal kerja yang mudah diakses tanpa banyak persayaratan perbankan yang mengikat.
4. Revitalisasi kota lama dengan memberdayakan keberadaan sektor industri rumah tangga.
5. Program peningkatan ketrampilan tenaga kerja untuk ditempatkan di sektor industri manufaktur.
6. Pengembangan pusat-pusat industri yang menyerap lapangan kerja, di wilayah lokasi industri terpadu yang dibangun berdekatan dengan wilayah pelabuhan udara, pelabuhan laut maupun lokasi-lokasi daerah pinggiran wilayah kota Jakarta.
7. Kebijakan “ zero growth” untuk pengembangan kawasan mall dan rumah apartemen mewah, melalui kebijakan pajak yang tinggi.
8. Pembangunan sekolah-sekolah kejuruan berbasiskan teknologi, dan komputerisasi dengan ketrampilan khusus yang memadai dan terjangkau.

TULISAN 22

Tepat pada pagi hari ini kita berkabung dengan keputusan Pemerintah Indonesia yang pada akhirnya menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, rata-rata sebesar 28,7%. Kita berbela sungkawa karena dampak luarbiasa yang akan terjadi beberapa bulan ke depan dalam penurunan kondisi kehidupan kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Mereka ini merupakan kelompok yang bukan saja termasuk masyarakat penerima BLT tetapi juga meliputi sekitar 40% warga masyarakat berpendapatan rendah di seluruh penjuru tanah air.
Dampak kenaikkan harga BBM sudah pasti akan menyusahkan rakyat berpendapatan rendah. Dampak multiplier negatif tahap pertama segera terjadi dengan resminya Pemerintah menambah tarif minyak tanah Rp 500 per liternya dan tarif angkutan umum rakyat miskin 15% efektif satu minggu ke depan. Bagi kepentingan kelompok berpendapatan rendah yang masih mencicil kredit kendaraan roda duanya, bersiap-siaplah mengurangi kepergiannya karena setiap kilometer perjalanan perlu memperhitungkan dampak kenaikkan harga premium sebesar Rp.1500 per liternya di seluruh SBPU di tanah air. Beberapa organisasi pimpinan bisnis dan lembaga risetpun sudah mencanangkan akan terjadinya malapetaka konsumen. Contohnya, harga produk-produk makanan dan minuman diperkirakan akan naik rata-rata 3-5%, menurut perhitungan matematis Jasa Ritel AC Nilsen. Demikian juga produk-produk yang menggunakan komponen energi dalam proses produksinya, maka harga jualnya produknya akan naik 5-10%, sebagaimana diutarakan oleh Bapak Rachmat Gobel.
Dampak multiplier negatif tahap kedua diperkirakan akan terjadi akibat kenaikkan tarif daya listrik PLN yang paling cepat segera akan disesuaikan beberapa bulan ke depan. Demikian juga sebagian besar Pemerintah Kota Kabupaten segera akan meningkatkan tingkat upah minimum regionalnya, mengatasi kenaikan inflasi di wilayahnya masing-masing. Pengaruh dari dua kebijakan sentral ini adalah akan memukul langsung kinerja pemanfaatan kapasitas produksi sektor manufaktur di Indonesia. Para pengusaha di sektor kegiatan ekonomi tersebut tentunya akan mengurangi jumlah jam kerja para pekerja berpendapatan rendah, bahkan sekarang terbuka celah untuk juga melakukan pemutusan kontrak hubungan kerja. Jika ini terjadi, akibatnya malapetaka bagi kepentingan para rumahtangga berpendapatan rendah karena tertimpa jatuhnya anak tangga dua kali.
Dampak multiplier negatif tahap lebih berikutnya yang akan segera tiba karena kenaikkan harga-harga sebagian besar kebutuhan pokok dan belanja penting lainnya, karena ramalan Pemerintah akan adanya inflasi di atas 12% setelah bulan September 2008. Tingkat inflasi nyata tentunya akan lebih tinggi lagi mengingat akan tibanya bulan Ramadhan dan Hari Raya Islam. Jika Pemerintah tetap akan mempertahankan target inflasi “moderate” pada akhir tahun, bukan tidak mungkin tingkat bunga akan dikatrol naik, Sehingga jika ini terjadi maka resiko kegagalan penanganan perekonomian nasional akan terbuka lebar, dengan kemungkinan naiknya berbagai peristiwa masal gagal bayar kredit rumah murah, kredit motor, kredit modal kerja UKM dan pinjaman-pinjaman rakyat miskin dari para pemilik kapital di sektor informal.
Dengan berbagai pengaruh dampak multiplier negatif diatas, apakah bantuan langsung dan kegiatan sosial yang bersifat “ membagi-bagi permen” akan cukup berarti dalam meringankan beban masyarakat berpendapatan rendah?.
Andaikata saja sekarang dilakukan riset survey jajak pendapat masyarakat berpendapatan rendah atas kebijakan Pemerintah dalam menanggulangi dampak negatif ini, sudah dapat dipastikan jawabannya akan mengatakan tidak efektif. Hal ini mengingat juga bahwa setahun dari saat ini, dimana keberadaan para pembuat keputusan kebijakan nasional 24 Mei 2008 belum tentu akan berada dalam posisi jabatannya sekarang, bantuan tersebut akan diberhentikan. Kemudian yang tersisa adalah rakyat yang berpendapatan rendah dengan kondisi keterpurukan….. sementara mereka pada tahun 2009 akan diminta suaranya untuk segera memilih para pemburu jabatan tinggi legislatif di DPR, MPR dan jabatan-jabatan strategis di Pemerintahan, yang belum tentu akan memikirkan kepentingan rakyat miskin!

TULISAN 21

Bagi Indonesia, kita tidak tentunya tidak dapat berharap banyak pada keberadaan kepemimpinan nasional saat ini. Masa kepemerintahan mereka sangat terbatas, untuk mampu melakukan terobosan-terobosan perubahan. Kita akan menanti munculnya pimpinan Indonesia di masa depan yang berani melakukan Agenda Perubahan berikut ini:
Pertama, segera melakukan tindakan nyata keluar dari Organisasi Negara penghasil minyak bumi OPEC yang mandul dan tidak sensitif atas dampak tingginya harga minyak dunia, yang menjadi kepentingan rakyat miskin. Pemerintahpun harus aktif melakukan kegiatan lobby internasional untuk dikeluarkannya regulasi pasar komiditi yang menyangkut hajad masyarakat banyak di Negara Sedang Berkembang.
Kedua, segera melakukan negosiasi ulang atas perjanjian kontrak bagi hasil dalam pengelolaan minyak bumi di tanah air. Dalam hal ini kita tidak ingin melakukan tindak penjarahan atas perusahaan-perusahaan minyak asing seperti di Amerika Latin, tetapi kita akan melakukan negosiasi win-win dari perjanjian-perjanjian penambangan dan pengolahan minyak bumi yang telah dilakukan oleh Pemerintahan pada masa lalu, yaitu terhadap skenario kepengusahaan yang disepakati pada saat kondisi harga internasional masih di bawah US$ 40 per barrelnya.
Ketiga, membebaskan perusahaan Pertamina untuk tidak menyetor keuntungan perusahaannya ke pos neraca APBN. Sebaliknya dana tersebut akan digunakan untuk menambah kapasitas produksi minyak bumi di tanah air. Dalam hal ini Pemerintah perlu segera melepas rantai pengawasan langsung perusahaan ini dari jalur birokrasi di Kantor Menteri Negara BUMN, dan mencari CEO perusahaan yang berkompeten dan berkaliber internasional untuk memajukan Pertamina sebagai produsen pengolahan minyak bumi di negaranya sendiri, seperti halnya Petronas di Malaysia. Restrukturisasi holding perusahaan Pertamina harus segera diperkuat, dengan memisahkan anak perusahaan untuk pencarian tambang baru, anak perusahaan dalam kegiatan produksi dan pengilangan minyak bumi, dan anak perusahaan dalam kegiatan pemasokan dan distribusi produk. Kemudian menggantikan komisaris-komisaris perusahaan Wakil Pemerintah dengan komisaris-komisaris yang lebih indipenden yang tidak memiliki afiliasi dengan jalur Partai Politik maupun jalur Angkatan Bersenjata.
Keempat, tidak mengulang kebijakan kurang terpuji dengan menaikkan harga BBM di dalam negeri, mengingat dampaknya bagi masyarakat miskin dan berpendapatan rendah yang sangat dominan.

TULISAN 20

Dunia pada era globalisasi saat ini sedang dipermainkan oleh ulah para pemilik kapital yang menguasai aset strategis minyak bumi internasional, baik pada tataran kepemilikan sumberdaya maupun pada tingkatan pengolahan dan distribusinya. Proses penjajahan ini hanya dapat dilawan kehadirannya dengan sistem regulasi yang bertanggung jawab oleh kelompok negara-negara pemakai minyak bumi maupun negara penghasil minyak bumi yang masih memiliki naluri kemanusiaan.
Kenaikan harga minyak internasional yang telah menembus batas-batas kewajaran mulai dari tingkatan US$ 80, kemudian merangkak menjadi US$100 dan yang terakhir mendekati US$130 per barrelnya, semuanya dipicu oleh “trigger factors” utama: “kerakusan dan keangkuhan para kapitalis minyak bumi internasional”. Siapakah mereka?
Tidak sulit menerkanya karena mereka ini terdiri dari kelompok pertama, yaitu para stakeholders utama kelompok negara produsen pemilik dan penghasil asset minyak bumi. Kelompok berikut yang merupakan promotor kerusakan harga minyak bumi adalah para pemilik dan pengusaha pengolahan minyak bumi, yang dengan siasat liciknya berhasil mengelabuhi dan bersekongkol dengan para negara produsen pemilik aset strategis internasional ini. Para pemilik ini umumnya adalah kelompok Yahudi Kaya. Mereka terdiri dari perusahaan-perusahaan seperti Caltex, British Petroleum, Shell, Marathon Oil Company dan sebagainya. Kelompok terakhir adalah para kolaborator atau investor stratejik pemburu profit yang mendapatkan mandat dan tugas untuk mengamankan “windfall profit” yang diperoleh oleh pemilik dan pengelola perusahaan pada kedua kelompok sebelumnya.
Menurut teori ekonomi murni harga suatu barang akan menjadi kompetitif apabila struktur pasar industri kegiatan ekonomi tersebut bersifat persaingan pasar yang murni. Artinya jumlah penjual dan pembeli sama-sama memiliki kekuatan tawar menawar. Nah pada kasus minyak bumi internasional, hanya sekelompok negara di dunia yang memiliki asset strategis ini. Sehingga struktur pasarnya adalah oligopoly. Tetapi mengingat produk minyak bumi ini sulit dilakukan differensiasi maka para produsen minyak bumi tergugah untuk melakukan eksplisit agreement melalui pengaturan kuota produksi dalam menetapkan harga pasar internasional. Mereka kemudian mendirikan organisasi negara-negara penghasil minyak bumi dibawah bendera OPEC.
Keanggotan OPEC terkluster menjadi dua kelompok. Kelompok pertama terdiri atas negara penghasil utama, seperti Saudi Arabia, Iran, Irak, Nigeria, dan beberapa kelompok negara Amerika Latin. Selebihnya merupakan negara penghasil minyak bumi kelas gurem, termasuk Indonesia. Sebelum tahun 1960an harga minyak bumi masih relatif murah, karena manajemen pengolahan minyak bumi masih dimiliki dan dikendalikan manajemennya oleh pimpinan negara yang bermatabat dan memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi. Akibatnya walaupun mereka bergabung dalam kartel, tetapi harga pasar minyak bumi internasional dijaga tidak melebihi US$20. Singkat cerita, karena kebutuhan devisa di dalam negeri dari negara OPEC ini meningkat terus, dan transisi kepemimpinan nasional yang tidak sebaik pendahulunya, maka secara bertahap mereka berkolaborasi dengan para pemilik kapital dunia untuk meningkatkan harga minyak internasional mencapai US$ 40 per barrelnya.
Kondisi ini berikut peningkatan permintaan dunia akibat globalisasi, kemudian mendorong para pemilik kapital raksasa dari Negara Barat untuk berinvestasi di wilayah negara anggota OPEC tersebut. Mereka dengan liciknya dapat mengelabui para pimpinan nasional negara OPEC dan para pejabat tinggi bidang energi untuk membuka kerjasama dalam kegiatan penambangan dan pengolahan minyak bumi yang sangat tidak menguntungkan kepentingan negara pemilik asset strategis ini. Dengan dalih tingginya resiko dan biaya inovasi dalam kegiatan eksplorasi penambangan baru, mereka dapat mendikte kegiatan produksi dan pemasaran produk akhir perusahaan di pasar internasional. Akhirnya dalam kondisi apapun keputusan-keputusan organisasi OPEC sangat didominir oleh kepentingan kelanggengan kolaborasi dengan pihak-pihak kapitalis Barat ini. Tidak heran jika kemudian harga minyak bumi internasional melonjak pesat mencapai harga $US 90 per barrel.
Para pejabat negara-negara OPEC sebenarnya mengetahui dampak buruk kenaikkan harga tersebut bagi kesejahteraan penduduk miskin dunia, tetapi mereka menjadi tidak berdaya dengan penjajahan ekonomi yang dilakukan para pemilik dan perusahaan minyak bumi asing. Asal saja kolaborasi yang merugikan ini dapat diputus bukan tidak mungkin tingkat harga minyak bumi internasioanl dapat dikembalikan pada tingkat yang wajar sekitar US$ 40 per barrelnya. Godaan keserakahan duniapun tertular pada negara utama pemilik asset minyak bumi di Timur Tengah. Bahkan dengan iming-iming bonanza harga minyak bumi yang tinggi, merekapun kemudian berzibaku membantu Amerika Serikat dalam memusnahkan para pimpinan nasionalistis negara penghasil minyak bumi, seperti halnya terjadi di negara Irak dan negara Iran. Iming-iming “Windfall profit” yang tinggi ini dalam sekejap mengubah kedudukan mereka menjadi Kelompok Kapitalis Berjubah dari Timur Tengah, yang menghalalkan kemunduran tingkat kesejahteraan kelompok konsumen penduduk miskin dunia. Mengapa hal ini dapat terjadi?
Sejak tahun 2005 tambahan kekayaan dari para Kapitalis Yahudi dan Kapitalis Berjubah ini menjadi sangat luar biasa tingginya. Merekapun mulai aktif menggunakan jasa broker dan lembaga finansial untuk menempatkan dan memperbanyak keuntungan kapital di pasar uang, pasar modal dan pasar komoditi. Kejatuhan nilai US dollar pada tahun 2007, membuat para lembaga perantara tersebut melakukan pembelian gila-gilaan dalam komiditi berjangka. Awalnya mereka mencari barang-barang hasil pertambangan selain minyak bumi. Tetapi karena kepanikan atas kemungkinan potensi kerugian dari kekayaan para pemilik windfall minyak bumi, merekapun rela merusak pasar komodoti utama dunia yang merupakan kebutuhan utama masyarakat miskin dunia, seperti CPO, terigu, jagung, kedele dan beras. Bagaimana kejadian ini dapat dicegah agar tidak terulang di masa depan?
Mekanisme pasar murni pasti tidak akan mampu untuk menyelesaikan permasalahan dunia yang paling penting ini. Hal ini disebabkan teori-teori perekonomian makro yang diaplikasikan oleh para tehnokrat ekonomi di sebagian besar negara-negara dunia tidak menginternalkan konstelasi politik ekonomi dari pasar minyak bumi internasional, yang saya kemukakan di atas. Bank Dunia dan IMF sudah pasti akan menjaga kepentingan para pemilik kapital dunia. Demikian juga dengan negara adidaya seperti Amerika Serikat dan Inggris, pasti akan sangat tidak menyetujui dengan munculnya pimpinan negara berjiwa nasionalistis pro-rakyat di negara OPEC. Mereka menginginkan kehadiran pimpinan nasional yang moderat, tidak macam-macam dengan kontrak jangka panjang pengelolaan minyak bumi di wilayahnya masing-masing. Rantai kemapanan inilah yang perlu diakhiri jika perekonomian dunia akan menjadi lebih stabil, tidak bergejolak dan pro pada kepentingan masyarakat miskin.

TULISAN 19

Gejala kejanggalan atas ketidakmampuan berjalannya mekanisme pasar secara sempurna mulai dirasakan saat gelombang siklus bisnis internasional menggeliat tak beraturan, antara lain dengan gejolak peningkatan harga minyak bumi di atas 100 US dollar. Kemudian terekam juga keanehan dengan meningkatnya harga-harga komoditi internasional seperti CPO, barang tambang dan barang hasil pertanian, yang diminati oleh para pelaku peternak uang skala internasional. Mereka ini semua memburu komoditi non-moneter, karena melemahnya nilai mata uang US dollar yang dipuja-puja sebagai “ benchmark” dalam pola pertukaran barang dan jasa internasional. Dengan terdepresiasinya nilai mata uang US dollar, kegiatan perdagangan internasional kemudian mengarah pada perburuan barang dagangan, yang dikategorikan sebagai komiditi non-meneter yang “likuid” — menggantikan peran mata uang US dollar tersebut. Kejadian ini telah berlangsung dengan demikian cepat, karena dibantu oleh kemudahan-kemudahan pasar komoditi berjangka dan upaya memobilisasi dana internasional untuk tujuan spekulasi. Stok pundi-pundi dana swasta internasional ini sebagian juga dibelanjakan pada produk-produk saham dan obligasi di pasar emerging.
Nah, ceritanya keudian menjadi lucu karena oleh sementara pembuat kebijakan Pemerintah, para pakar ekonomi dan para proponen perdagangan internasional yang bebas di tanah air, booming pasar modal Indonesia yang terjadi sejak awal tahun 2007 sampai dengan awal tahun 2008, mereka anggap sebagai daya tarik tersendiri dari keberadaan kekuatan perekonomian nasional Indonesia. Padahal murid-murid pasca sarjanapun (seperti di MMUI), akan mengerti benar bahwa peristiwa masuknya arus modal panas ke Bursa Efek Jakarta (BEJ), yang kemudian berganti nama dengan BEI, disebabkan oleh longgarnya peraturan para pengelola BEI dan perbedaan spread tingkat bunga.
Otomatis saat itupun, dilihat dari perpektif konsep ekonomi “Bak Mandi”, cadangan moneter Indonesia dalam bentuk devisa naik berkali-kali lipat. Rupiahpun ikut terkatrol yang secara semu menyebabkan proses menguat nya nilai tukar Rupiah mendekati angka Ro 9200. Tetapi setelah diamati beberapa bulan kemudian, ternyata peningkatan kapitalisasi pasar modal BEI tidak dibarengi dengan adanya peningkatan kapasitas terpasang produksi domestik kita. Terjadilah apa yang disebut “bubble economy” di capital market. Artinya, para emitenpun sebenarnya sadar bahwa peningkatan angka indeks umum saham hanyalah merupakan fatamorgana, yaitu mimpi di siang hari bolong. Kapanpun uang panas ini yang ditanam investor asing di tanah air, dapat mereka tarik kembali. Kesimpulannya, lalulintas uang masuk ke sistem bak mandi perekonomian Indonesia, telah digunakan untuk tujuan meraup keuntungan “capital gain” secara cepat. Dan proses ini dipermudah oleh pengelola Bursa karena tidak dilakukannya tindakan keras atau penalty keberadaan kasus-kasus saham gorengan dan perbuatan tak terpuji dari kegiatan “short selling”.
Sebenarnya daya tahan perekonomian Indonesia sejak kenaikkan harga minyak bumi mendekati 140 US dollar sudah mulai mengendur. Hal ini terbukti dengan ketidak mampuan Pemerintah mempertahankan subsidi minyak bumi. Struktur APBN kitapun seakan menguat yang sebenarnya terselamatkan oleh dikeluarkannya surat hutang obligasi mata uang Republik. Nah jika kita keluarkan posisi cadangan uang panas ini dari neraca moneter Bank Indonesia, maka mata uang kita seharusnya sudah melemah saat kenaikkan harga minyak bumi tersebut. Ditambah dengan gonjang-ganjing politik atas jabatan empuk Gubernur BI kemarin ini telah memperlambat upaya mengantisipasi kemungkinan larinya uang panas dari perekonomian Indonesia.

TULISAN 18

New Keynesian economics merupakan school of thought dalam ekonomi makro modern yang berkembang dari ide John Maynard Keynes. Keynes menulis buku  The Theory of Employment, Interest, and Money tahun 1930an, dan pengaruh pemikirannya sangat kuat di kalangan akademisi dan pembuat kebijakan sampai dengan tahun 1960. Namun demikian pada tahun 1970-an, ekonom New Classical seperti Robert Lucas, Thomas J. Sargent, dan Robert Barro mempertanyakan pemikiran dari revolusi Keynesian. Label “New Keynesian”  mengambarkan para ekonom (pada tahun 1980-an) yang merespon dari kritik new classical dengan melakukan penyesuaian aliran original  Keynesian.
Pokok ketidaksepakatan antara ekonom new classical dan new Keynesian adalah seberapa cepat wages dan price melakukan penyesuaian. Para ekonom new classical membangun teori ekonomi makro dengan mengasumsikan bahwa wages dan price adalah fleksibel. Mereka percaya bahwa pada pasar terjadi “market clearing” –keseimbangan supply dan demand- dengan penyesuaian harga yang dengan cepat. Para ekonom New Keynesian percaya bahwa model “market clearing” tidak dapat menjelaskan fluktuasi ekonomi dalam jangka pendek, dan mereka menawarkan model dengan “sticky” wages dan prices. Teori new Keynesian mengacu pada stickiness of wages and prices untuk menjelaskan mengapa terjadi adanya involuntary unemployment dan mengapa kebijakan moneter mempunyai pengaruh yang kuat aktivitas ekonomi.
Tradisi yang panjang dalam ekonomi makro (termasuk kedua perspektif Keynesian dan monetarist) menekankan bahwa kebijakan moneter akan mempengaruhi orang bekerja dan produksi dalam jangka pendek, sebab harga akan merepon sluggishly adanya perubahan dalam money supply. Menurut pandangan ini, jika money supply menurun, orang-orang akan mengurangi pembelanjaan uang dan permintaan barang akan menurun. Karena harga dan upah adalah inflexible dan tidak segera menurun, maka penurunan pengeluaran masyarakat akan  menyebabkan penurunan penurunan produksi dan layoffs pekerja. Ekonom New Classical mengkritisi tardisi isi sebab penjelasan teoritis tentang perilaku penyesuaian harga dan upah yang lambat kurang masuk akal. Banyak penelitian New Keynesian berupaya untuk mengatasi kekurangan ini.

TULISAN 17

The Staggering of Prices
Penjelasan New Keynesian tentang sticky prices sering menekankan bahwa tidak semua orang dalam perekonomian menentukan harga pada saat yang sama. Namun, penyesuaian harga sepanjang siklus perekonomian adalah staggered. Proses staggering menyulitkan untuk menetapkan suatu harga oleh karena perusahaan sangat memperhatikan harga produknya dibandingkan dengan perusahaan lain. Proses staggering dapat membuat keselurahan tingkat harga melakukan penyesuaian secara perlahan-lahan, meskupun ketika harga secara individual sering berubah.
Proses penyesuai harga dapat diilustrasikan sebagai berikut. Misalnya, pertama, penetapkan harga yang  disinkronisasikan: setiap perusahaan menyesuaikan harganya pada setiap bulan. Jika suplai uang beredar menigkat dan permintaan agregat meningkat pada 10 Mei, maka output akan lebih tinggi dari 10 Mei ke 1 Juni, karena harga adalah fixed selama interval ini. Namun demikian, pada 1 Juni, semua perusahaan akan menaikkan harga mereka untuk merespon permintaan agregat yang tinggi, yaitu  boom pada tiga minggu terakhir.

TULISAN 16

Implikasi kebijakan

Karena ekonomi New Keynesian adalah school of thought mengenai teori ekonomi makro, para penganutnya tidak harus mempunyai satu pandangan tentang kebijakan ekonomi. Pada tingkat yang lebih luas, ekonomi New Keynesian menyarankan –berbeda dengan classical theories- resesi adalah keberangkatan dari normal efisien fungsi dari pasar. Unsur yang New Keynesian economic -seperti menu cost, staggered price, coordination failures, and efficiency wages- mencerminkan penyimpangan yang substansial dari asumsi ekonomi klasik, yang menyediakan dasar intelektualitas para ekonom ”yang biasa dengan justifikasi dari laissez-faire”. Dalam teori New Keynesian recessions disebabkan oleh perekonomian kegagalan pasar yang lebar. Dengan demikian, ekonomi New Keynesian menyediakan alasan bagi intervensi pemerintah dalam perekonomian, seperti countercyclical moneter atau kebijakan fiskal. Bagian ini dari ekonomi New Keynesian telah dimasukkan ke dalam sintesis baru yang muncul di antara macroeconomists. Apakah policymaker harus intervensi dalam prakteknya, bagaimanapun, hal ini merupakan sebuah pertanyaan yang lebih sulit yang mana dipengaruhi berbagai politik dan juga keputusan ekonomi.

TULISAN 15

A New Sintesis

Selama tahun 1990-an, perdebatan antara para ekonom New Classical dan New Keynesian menyebabkan munculnya sintesis baru antara macroeconomists tentang cara terbaik untuk memberikan penjelasan fluktuasi ekonomi jangka pendek dan peran kebijakan fiskal dan moneter. Sintesis baru ini mencoba untuk menggabungkan kekuatan dari pendekatan keduanya. Dari model new classical ini akan membawa berbagai pemodelan yang mencurahkan pada bagaimana rumah tangga dan perusahaan membuat keputusan dari waktu ke waktu. Dari model New Keynesian yang diperlukan adalah price rigidity dan menggunakannya untuk menjelaskan mengapa kebijakan moneter akan mempengaruhi kebekerjaan dan produksi dalam jangka pendek. Pendekatan yang paling umum adalah dengan mengasumsikan monopolistically competitive firms (perusahaan yang memiliki kekuatan pasar tapi bersaing dengan perusahaan lain) yang mengubah harga hanya intermittently.

TULISAN 14

Efficiency Wages

Bagian penting lainnya dari ekonomi New Keynesian telah mengembangankan teori baru tentang pengangguran. Pengangguran yang persisten adalah suatu teka-teki untuk teori ekonomi. Biasanya, ekonom beranggapan bahwa kelebihan pasokan tenaga kerja akan menekan upah. Penurunan upah pada gilirannya akan mengurangi pengangguran dengan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang diminta. Oleh karena itu, sesuai dengan standar teori ekonomi, pengangguran itu sendiri akan menyelesaikan persoalan dengan sendirinya.
Eonom New Keynesian sering mengarah pada teori dari apa yang mereka sebut efisiensi upah untuk menjelaskan mengapa mekanisme market-clearing ini gagal. Teori ini berpegang pada upah yamh tinggi membuat pekerja lebih produktif. Pengaruh upah pada efisiensi pekerja dapat dijelaskan pada kegagalan perusahaan untuk memotong upah meskipun terjadi kelebihan pasokan tenaga kerja. Walaupun penurunan upah akan mengurangi tagihan perusahaan, hal itu juga akan menyebabkan produktifitas pekerja dan dan keuntungan perusahaan akan turun.
Ada berbagai teori tentang bagaimana upah mempengaruhi produktivitas pekerja. Efisiensi upah. Teori pertama efesiensi-upah berpendapat bahwa tingginya upah buruh akan mengurangi turnover pekerja. Pekerja keluar dari perusahaan dengan berbagai alasan yaitu: untuk menerima posisi yang lebih baik di perusahaan lain, untuk mengubah karir, atau untuk berpindah ke negara lain. Semakin banyak perusahaan membayar para pekerja, semakin besar insentif mereka untuk tinggal dengan perusahaan. Dengan membayar upah yang tinggi, perusahaan akan mengurangi frekuensi pekerja yang keluar dari perusahaan, sehingga akan mengurangi waktu yang dihabiskan untuk perekrutan dan pelatihan pekerja baru.
Teori kedua efisiensi-upah berpendapat bahwa rata-rata kualitas tenaga kerja dari sebuah perusahaan tergantung pada itu upah yang dibayarkan para karyawannya. Jika perusahaan mengurangi upah, karyawan terbaik mungkin akan mengambil pekerjaan di tempat lain, dan perusahaan dtinggal dengan karyawan kurang produktif yang memiliki alternatif kesempatan lebih sedikit. Dengan membayar upah di atas tingkat keseimbangan, maka perusahaan ini menghindari adverse selection, meningkatkan kualitas rata-rata dari tenaga kerja, dan dengan demikian meningkatkan produktivitas.
Teori ketiga efisiensi-upah berpendapat bahwa upah yang tinggi akan meningkatkan effort pekerja. Teori ini memposisikan bahwa perusahaan tidak dapat memantau dengan sempurna work effort karyawannya dan bahwa karyawan yang harus memutuskan cara sendiri untuk bekerja keras. Pekerja dapat memilih untuk bekerja keras, atau mereka dapat memilih untuk mangkir dan risiko tertangkap dan mendapatkan PHK. Perusahaan dapat meningkatkan work effort karyawan dengan membayar upah yang tinggi. Semakin tinggi upah, semakin besar adalah biaya pekerja untuk PHK. Dengan membayar upah lebih tinggi, perusahaan menekan beberapa karyawannya untuk tidak mangkir, dan dengan demikian akan meningkatkan produktivitas mereka.

TULISAN 13

Kegagalan Koordinasi
Beberapa ekonom New Keynesian menyarankan bahwa resesi ekonomi merupakan dampak dari kegagalan koordinasi. Masalah koordinasi dapat muncul dalam pengaturan upah dan harga karena mereka dalam menetapkan upah dan harga harus mengantisipasi tindakan pemain lainnya dalam penetapan upah dan harga. Dalam bernegosiasi tentang upah Pemimpin serikat pekerja memperhatikan tentang konsesi-konsesi serikat pekerja lainnya akan menang. Perusahaan dalam menetapkan harga sangat memperhatikan harga yang ditetapkan oleh perusahaan lainnya.
Untuk melihat bagaimana resesi dapat timbul dengan adanya kegagalan koordinasi, berikut ini sebagai perumpamaan. Misalkan perekonomiaan terdiri dari dua perusahaan. Setelah adanya penurunan tajam dalam money supply, setiap perusahaan harus memutuskan apakah melakukan pemotongan harga. Setiap perusahaan berkeinginan untuk memaksimalkan profit, namun profit tersebut tidak hanya tergantung pada keputusan harga tetapi juga pada keputusan yang dibuat oleh perusahaan lainnya.
Jika tidak sebuah perusahahaan pun yang melakukan pemotongan harga, jumlah real money (jumlah uang dibagi dengan tingkat harga) adalah rendah, terjadi resesi, dan setiap perusahaan membuat keuntungan hanya limabelas dolar.
Jika kedua perusahaan memotong harganya, real money balance cukup tinggi, resesi bias dihindari, dan setiap perusahaan memperoleh keuntungan sebesar tiga puluh dolar. Meskipun kedua perusahaan lebih memilih untuk menghindari resesi, tidak ada yang dapat diperbuat dengan tindakan sendiri-sendiri. Jika salah satu perusahaan melakukan pemotongan harga sedangkan yang lainnya tidak, dan resesi akan mengikutinya. Perusahaan yang melakukan pemotongan harga hanya mendapatkan lima dolar, sementara yang perusahaan lain mendapatkan limabelas dolar.
Esensi dari perumpamaan ini adalah bahwa setiap keputusan perusahaan mempengaruhi hasil untuk perusahaan lainnya. Ketika satu perusahaan melakukan pemotongan harga, maka hal itu akan meningkatkan kesempatan bagi perusahaan yang lain, karena perusahaan lain dapat menghindari resesi oleh pemotongan harga tersebut. Ini dampak positif dari salah satu perusahaan yang melakukan pemotongan harga pada perusahaan lain dengan meningkatnya kesempatan memperoleh keuntungan karena adanya ekternalitas aggregate-demand.
Hasil apa yang diharapkan dalam suatu perekonomian ini? Di satu sisi, jika setiap perusahaan mengharapkan perusahaan lain untuk memotong harganya, keduanya akan memotong harga, sehingga hasil sesuai dengan yang diinginkan di mana masing-masing mendapatkan tiga puluh dolar. Di sisi lain, jika setiap perusahaan mengharapkan perusahaan lain yang lain untuk mempertahamkan harga, keduanya akan mempertahankan harga, merupakan solusi yang inferior yang mana masing-masing mendapatkan lima belas dolar. Oleh karena itu, kedua hasil tersebut dapat terjadi: adanya multiple equilibria.
Hasil yang inferior, di mana setiap perusahaan yang mendapatkan lima belas dolar, adalah contoh dari kegagalan koordinasi. Jika kedua perusahaan dapat melakukan koordinasi, mereka masing-masing akan memotong harganya dan mencapai hasil yang diinginkan. Dalam dunia nyata, tidak seperti dalam perumpamaan ini, koordinasi seringkali sulit karena jumlah perusahaan yang banyak. Moral dari suatu cerita adalah bahwa meskipun sticky price bukan merupakan minat perusahaan, namun harga secara sederhana dapat sticky karena karena price setters berharap mereka akan melakukannya.