Clock

Rabu, 13 April 2011

TULISAN 26

Hati-Hati Datangnya Gejala Bubbled Economy
Kondisi perekonomian akan menjadi berbahaya apabila terjadi situasi yang dinamakan “bubbled economy”. Situasi yang serupa ini akan dihadapi oleh anggota rumahtangga yang terpaksa menggunakan air bak mandi yang menjadi keruh dan berlumpur pada musim kering, sehingga merusak kualitas air mandi yang dapat mengakibatkan mundurnya tingkat kesehatan anggota rumah tangga.
Proses terjadinya “bubled economy” memakan waktu beberapa tahun secara perlahan-lahan, melalui penambahan jumlah uang beredar dan kredit perbankan yang tidak diikuti oleh peningkatan kegiatan investasi langsung (PMDN atau PMA) dan kegiatan produksi di sektor riil. Perekonomian Indonesia pernah mengalami ancaman krisis ekonomi akibat “bubbled economy” pada tahun 1992, pada saat perbankan nasional kita menyalurkan kredit ke sektor perumahan dan konstruksi (property) secara besar-besaran. Penyaluran kredit ini ternyata tidak sepenuhnya diikuti dengan kegiatan pembangunan proyek-proyek property dengan cepat sehingga jumlah uang yang beredar di masyarakat melebihi kebutuhan.
Contoh lainnya adalah jika terjadi penjualan saham dari para Perusahaan Emiten di pasar modal yang sebagian dana yang diperolehnya digunakan untuk tujuan di luar kegiatan produksi di sektor riil. Apalagi jika sebagian dari dana yang tak terpakai tersebut dilarikan ke luar sistem perekonomian ditanam atau di tabung di perbankan di luar negeri. Proses “bubled ekonomi” dapat juga terjadi jika terdapat kenaikan indeks saham secara dahsyad yang berasal dari masuknya dana portofolio luar negeri, tanpa diikuti oleh kenaikan kapasitas produksi dari perusahaan emiten yang ada di bursa.
Apapun bentuk manifestasi pencetus terjadinya bubled economy, dampak negatif yang dihasilkan adalah meningkatnya ancaman kenaikan tingkat inflasi dan pelemahan nilai mata uang rupiah. Kedua ancaman terakhir ini merupakan kejadian yang sangat tidak diinginkan oleh para pelaku ekonomi, karena dapat mengurangi kesejahteraan maupun margin laba usaha mereka di kemudian hari.
Perekonomian Indonesia pada saat ini memiliki ciri-ciri menuju terbentuknya “bubled economy”. Peningkatan indeks harga saham di bursa yang melewati batas psikologis 2000 dalam satu bulan terakhir ini lebih banyak disebabkan oleh derasnya aliran masuk dana portofolio jangka pendek, yang tujuannya sebagian besar untuk mencari keuntungan sesaat. Masih diragukan adanya niat baik para investor global tersebut untuk mengkonversikan penyertaan sahamnya di pasar modal tersebut guna mendapatkan returns jangka panjang dari kegiatan produksi para produsen (emitent) yang sahamnya diperjual belikan di bursa Bursa Efek Jakarta. Arus dana global yang masuk (injection) ke sistem perekonomian kita ini , kemudian terpaksa diredam oleh Bank Indonesia dengan segera mengeluarkan kertas berharga (obligasi) dengan bunga yang menarik, agar perekonomian kita tidak kebanjiran uang beredar. Hal ini dilakukan oleh bank sentral kita untuk meredam ancaman inflasi.
Akibat operasi pasar seperti ini sudah barang tentu nilai tukar Indonesia menjadi relatif menjadi kuat karena stok cadangan devisa bertambah. Tetapi perlu dicatat bahwa peningkatan devisa ini sifatnya hanya semu dan sementara. Masih dinantikan dalam beberapa bulan ini kemampuan pelaku ekonomi domestik dan para pengusaha di sektor industri untuk menambah kapasitas produksi nasional, melakukan kerjasama operasi dengan PMA dan akhirnya peningkatan jumlah lapangan pekerjaan. Kita juga berharap tidak terjadi goncangan bursa di bursa China atau membaiknya suku bunga di negara maju— dimana jika hal ini terjadi maka indeks BEJ akan mengalami koreksi dan akan turun dengan sangat tajam (crash), termasuk melemahnya kembali nilai tukar rupiah. Moga-moga dugaan ini semua tidak akan terjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar